Salah satu aspek
penting dalam dunia meteorologi selain fenomena atmosfer adalah suhu permukaan
laut. Suhu permukaan laut mempengaruhi kondisi cuaca di atmosfer. Namun saat
suhu rata permukaan laut berubah, bencana global menghadang di depan mata.
Saat ini saya lagi asik mengamati dan mempelajari
hal-hal baru seputar dunia kelautan. Ditengah-tengah saya mempelajari suhu
permukaan laut, saya teringat beberapa tahun lalu, ada badai besar yang
menyerang Filipina yaitu Badai Haiyan. Badai tropis kategori 5 ini meluluh
lantakkan Filipina dengan korban jiwa sedikitnya 10.000 orang. Lalu aa
hubungannya dengan suhu pernukaan laut?
Pertama-tama mari kita mengenal apa itu suhu
permukaan laut. Suhu permukaan laut digunakan untuk mendeskripsikan pemetaan
suhu laut baik secara global maupun secara regional. Mungkin akan timbul
pertanyaan mengapa hanya permukaan saja yang diukur sedangkan suhu laut
mengalami perbedaan pada tiap kedalamannya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengkaitkan
suhu laut tersebut yang berdampak langsung kepada kehidupan makhluk hidup di
bumi. Suhu permukaan laut, apabila dibandingkan dengan kedalamannya, memiliki
suhu yang lebih hangat karena terkena pancaran sinar matahari secara langsung. Semakin
dalam lautan, maka akan semakin rendah suhunya hingga mencapai kedalaman 1000
meter akan mengalami suhu relatif konstan yaitu antara 2-4 derajat celcius. Hal
ini lah yang menyebabkan permukaan laut menjadi hal yang penting untuk
dipelajari.
Dalam sudut pandang meteorologi, suhu permukaan laut
menjadi hal yang sangat penting. Suhu laut diamati dan dilaporkan setiap 3 jam
dalam pengamatan sinoptik. Laut menjadi penggerak dari kejadian-kejadian yang
terjadi pada atmosfer. Suhu laut dingin akan mengurangi jumlah penguapan
sehingga turunnya intensitas hujan seperti yang terjadi pada El Nino baru-baru
ini.
El Nino adalah sebuah kejadian dimana menghangatnya
suhu di samudera pasifik pada bagian ekuator khususnya bagian timur dan tengah
atau sekitar peru. Namun sebaliknya, suhu lautan Indonesia menjadi lebih dingin
daripada suhu normalnya. Hal ini tentunya mengakibatkan penurunan penguapan
yang terjadi di lautan Indonesia. Saat penguapan menurun maka peluang
terciptanya awan-awan penghasil hujan akan rendah sehingga berdampak pada
penurunan intensitas hujan di Indonesia. Suhu lautan pada saat El Nino Bulan Juli
hingga September hanya hanya sekitar 26-30 derajat celcius.
Suhu Permukaan Laut Global saat El Nino Terjadi |
Sebaliknya, suhu laut yang hangat akan mendorong
terjadinya penguapan yang besar. Penguapan yang besar dapat memicu terbentuknya
awan-awan konvektif seperti Cb da Cu. Hal ini lah yang terjadi pada musim-musim
penghujan. Rata-rata suhu permukaan laut pada musim-musim penghujan ini adalah
28-33 derajat celcius.
Selain itu, terjadinya badai-badai tropis berskala
besar juga seringkali diawali dengan anomali suhu laut, yaitu tingginya suhu
laut dalam jangka waktu yang lama. Salah satu contoh selain Badai Haiyan adalah
Badai Katrina yang melanda Bahama hingga Teluk Meksiko. Badai Katrina adalah
badai kategori 5 dengan kecepatana angin maksimum mencapai 280 km/jam. Badai
ini bermula ketika suhu lautan di sekitar kepulauan bahama mencapai 85 derajat
fahrenheit atau sekitar 29 derajat celcius. Suhu ini sangat tinggi bagi lautan
di sekitar pulau bahama karena daerah ini terletak pada lintang 25 di utara
ekuator. Suhu yang tinggi ini memicu turunnya tekanan udara hingga ke level 906
milibar. Saat tekanan udara jatuh dengan begitu ekstrim, maka disitulah peluang
terjadinya badai-badai kuat muncul.
Suhu Permukaan Laut saat Badai Katrina Menghantam Teluk Meksiko |
Suhu laut telah meningkat sebesar 0,5 derajat
celcius sejak seabad terakhir. Hal ini merupakan dampak nyata dari terjadinya
pemanasan global. Jika kita kembali pada masalah El Nino dan La Nina diatas,
perbedaan suhu rata-rata antara El Nino dan La Nina di Indonesia hanya sekitar
2-3 derajat celcius saja. Namun dampak bisa mengakibatkan kekeringan yang
panjang. Perbedaan kecil saja pada suhu rata-rata laut bisa mengakibatkan
masalah yang besar;
Saat suhu laut naik, maka kelembaban akan mengalami
kenaikan juga. Saat hal ini terjadi peluang munculnya badai akan bertambah. Ada
kecenderungan badai-badai dengan kekuatan besar makin sering terjadi. Sejak
tahun 1970-an, badai besar yang melanda daerah atlantik dan pasifik telah
mengalami peningkatan baik durasi maupun intensitas.
Terumbu Karang dalam Masalah
Perubahan suhu laut ini selain berdampak pada
makhluk hidup di permukaan Bumi seperti peningkatan durasi dan intensitas badai,
juga berdampak pada makhluk hidup di laut. Kenaikan suhu permukaan laut ini
dapat dilihat dari satu tanda kecil. Fenomena bleaching yang terjadi pada terumbu
karang adalah salah satu indkatornya. Bleaching
adalah suatu kejadian dimana karang-karang menjadi pucat. Pemucatan ini terjadi
akibat zooxanthellae atau alga yang
bersimbiosis dengan karang terlepas ke perairan.
Fenomena
bleaching sebenarnya merupakan awal dari masalah di dalam ekosistem bawah laut.
Terjadinya bleaching berkepanjangan akan mengakibatkan karang-karang mati.
Setelah karang-karang mati, ikan-ikan akan kehilangan habitatnya dalam mencari
makanan dan bersarang. Hal ini tentu akan mengurangi populasi ikan-ikan
tertentu yang hidup di karang-karang lautan. Populasi udang dan cumi juga
terancam karena hewan ini hidup juga di karang-karang tersebut.
Bukan
hanya ikan kecil yang terancam populasinya. Ikan-ikan predator yang biasa
mencari mangsa di sekitar karang akan kesulitan mencari ikan-ikan yang lebih
kecil karena populasi ikan kecil yang berkurang. Hal ini tentu juga akan
memutus rantai makanan. Akibatnya terjadilah penurunan populasi ikan yang akan
berdampak juga pada kesejahteraan nelayan.
Kenaikan suhu permukaan laut ini tentunya berdampak luas
pada kehidupan makhluk hidup di lautan dan permukaan bumi. Permasalahan iklim
ini sangatlah kompleks sehinga dampaknya begitu terasa di berbagai sektor
kehidupan. Sejatinya permasalahan lingkungan ini telah diprediksi oleh banyak
ilmuwan sejak lama. Akan terjadi banyak bencana jika kita tidak mengubah pola
hidup kita. Namun kita, begitu juga masyarakat di dunia, telah nyaman hidup
dalam kehidupan yang merusak ini. Apakah mungkin ini adalah cara pencipta kita
untuk mengarahkan kehidupan ini menuju hari akhir? Hanya Dia yang tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar