Minggu, 17 April 2016

Suhu Laut Berubah, Bencana Di Depan Mata

Salah satu aspek penting dalam dunia meteorologi selain fenomena atmosfer adalah suhu permukaan laut. Suhu permukaan laut mempengaruhi kondisi cuaca di atmosfer. Namun saat suhu rata permukaan laut berubah, bencana global menghadang di depan mata.

Saat ini saya lagi asik mengamati dan mempelajari hal-hal baru seputar dunia kelautan. Ditengah-tengah saya mempelajari suhu permukaan laut, saya teringat beberapa tahun lalu, ada badai besar yang menyerang Filipina yaitu Badai Haiyan. Badai tropis kategori 5 ini meluluh lantakkan Filipina dengan korban jiwa sedikitnya 10.000 orang. Lalu aa hubungannya dengan suhu pernukaan laut?



Pertama-tama mari kita mengenal apa itu suhu permukaan laut. Suhu permukaan laut digunakan untuk mendeskripsikan pemetaan suhu laut baik secara global maupun secara regional. Mungkin akan timbul pertanyaan mengapa hanya permukaan saja yang diukur sedangkan suhu laut mengalami perbedaan pada tiap kedalamannya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengkaitkan suhu laut tersebut yang berdampak langsung kepada kehidupan makhluk hidup di bumi. Suhu permukaan laut, apabila dibandingkan dengan kedalamannya, memiliki suhu yang lebih hangat karena terkena pancaran sinar matahari secara langsung. Semakin dalam lautan, maka akan semakin rendah suhunya hingga mencapai kedalaman 1000 meter akan mengalami suhu relatif konstan yaitu antara 2-4 derajat celcius. Hal ini lah yang menyebabkan permukaan laut menjadi hal yang penting untuk dipelajari.


Dalam sudut pandang meteorologi, suhu permukaan laut menjadi hal yang sangat penting. Suhu laut diamati dan dilaporkan setiap 3 jam dalam pengamatan sinoptik. Laut menjadi penggerak dari kejadian-kejadian yang terjadi pada atmosfer. Suhu laut dingin akan mengurangi jumlah penguapan sehingga turunnya intensitas hujan seperti yang terjadi pada El Nino baru-baru ini.
El Nino adalah sebuah kejadian dimana menghangatnya suhu di samudera pasifik pada bagian ekuator khususnya bagian timur dan tengah atau sekitar peru. Namun sebaliknya, suhu lautan Indonesia menjadi lebih dingin daripada suhu normalnya. Hal ini tentunya mengakibatkan penurunan penguapan yang terjadi di lautan Indonesia. Saat penguapan menurun maka peluang terciptanya awan-awan penghasil hujan akan rendah sehingga berdampak pada penurunan intensitas hujan di Indonesia. Suhu lautan pada saat El Nino Bulan Juli hingga September hanya hanya sekitar 26-30 derajat celcius.
Suhu Permukaan Laut Global saat El Nino Terjadi
Sebaliknya, suhu laut yang hangat akan mendorong terjadinya penguapan yang besar. Penguapan yang besar dapat memicu terbentuknya awan-awan konvektif seperti Cb da Cu. Hal ini lah yang terjadi pada musim-musim penghujan. Rata-rata suhu permukaan laut pada musim-musim penghujan ini adalah 28-33 derajat celcius.
Selain itu, terjadinya badai-badai tropis berskala besar juga seringkali diawali dengan anomali suhu laut, yaitu tingginya suhu laut dalam jangka waktu yang lama. Salah satu contoh selain Badai Haiyan adalah Badai Katrina yang melanda Bahama hingga Teluk Meksiko. Badai Katrina adalah badai kategori 5 dengan kecepatana angin maksimum mencapai 280 km/jam. Badai ini bermula ketika suhu lautan di sekitar kepulauan bahama mencapai 85 derajat fahrenheit atau sekitar 29 derajat celcius. Suhu ini sangat tinggi bagi lautan di sekitar pulau bahama karena daerah ini terletak pada lintang 25 di utara ekuator. Suhu yang tinggi ini memicu turunnya tekanan udara hingga ke level 906 milibar. Saat tekanan udara jatuh dengan begitu ekstrim, maka disitulah peluang terjadinya badai-badai kuat muncul.
Suhu Permukaan Laut saat
Badai Katrina Menghantam Teluk Meksiko


Suhu laut telah meningkat sebesar 0,5 derajat celcius sejak seabad terakhir. Hal ini merupakan dampak nyata dari terjadinya pemanasan global. Jika kita kembali pada masalah El Nino dan La Nina diatas, perbedaan suhu rata-rata antara El Nino dan La Nina di Indonesia hanya sekitar 2-3 derajat celcius saja. Namun dampak bisa mengakibatkan kekeringan yang panjang. Perbedaan kecil saja pada suhu rata-rata laut bisa mengakibatkan masalah yang besar;
Saat suhu laut naik, maka kelembaban akan mengalami kenaikan juga. Saat hal ini terjadi peluang munculnya badai akan bertambah. Ada kecenderungan badai-badai dengan kekuatan besar makin sering terjadi. Sejak tahun 1970-an, badai besar yang melanda daerah atlantik dan pasifik telah mengalami peningkatan baik durasi maupun intensitas.

Terumbu Karang dalam Masalah

Perubahan suhu laut ini selain berdampak pada makhluk hidup di permukaan Bumi seperti peningkatan durasi dan intensitas badai, juga berdampak pada makhluk hidup di laut. Kenaikan suhu permukaan laut ini dapat dilihat dari satu tanda kecil. Fenomena bleaching yang terjadi pada terumbu karang adalah salah satu indkatornya. Bleaching adalah suatu kejadian dimana karang-karang menjadi pucat. Pemucatan ini terjadi akibat zooxanthellae atau alga yang bersimbiosis dengan karang terlepas ke perairan.

Fenomena bleaching sebenarnya merupakan awal dari masalah di dalam ekosistem bawah laut. Terjadinya bleaching berkepanjangan akan mengakibatkan karang-karang mati. Setelah karang-karang mati, ikan-ikan akan kehilangan habitatnya dalam mencari makanan dan bersarang. Hal ini tentu akan mengurangi populasi ikan-ikan tertentu yang hidup di karang-karang lautan. Populasi udang dan cumi juga terancam karena hewan ini hidup juga di karang-karang tersebut.
Bukan hanya ikan kecil yang terancam populasinya. Ikan-ikan predator yang biasa mencari mangsa di sekitar karang akan kesulitan mencari ikan-ikan yang lebih kecil karena populasi ikan kecil yang berkurang. Hal ini tentu juga akan memutus rantai makanan. Akibatnya terjadilah penurunan populasi ikan yang akan berdampak juga pada kesejahteraan nelayan.



            Kenaikan suhu permukaan laut ini tentunya berdampak luas pada kehidupan makhluk hidup di lautan dan permukaan bumi. Permasalahan iklim ini sangatlah kompleks sehinga dampaknya begitu terasa di berbagai sektor kehidupan. Sejatinya permasalahan lingkungan ini telah diprediksi oleh banyak ilmuwan sejak lama. Akan terjadi banyak bencana jika kita tidak mengubah pola hidup kita. Namun kita, begitu juga masyarakat di dunia, telah nyaman hidup dalam kehidupan yang merusak ini. Apakah mungkin ini adalah cara pencipta kita untuk mengarahkan kehidupan ini menuju hari akhir? Hanya Dia yang tahu.  

Selasa, 12 April 2016

Meteorologi

Meteorologi, adalah cabang dari ilmu kebumian yang mempelajari tentang cuaca dan gejala-gejala fisis yang terjadi di atmosfer bumi. Cuaca sendiri adalah kondisi atmosfer di suatu wilayah pada waktu tertentu. Sedangkan iklim adalah kondisi atmosfer pada suatu wilayah dalam jangka waktu yang panjang. Iklim diamati menggunakan data-data meteorologi dalam waktu bertahun-tahun. Bisanya iklim diamati dalam waktu 30 tahun.
Meteorologi dapat diaplikasikan untuk beberapa kebutuhan antara lain :
1.      Meteorologi Penerbangan
Meteorologi penerbangan digunakan untuk mengetahui bagaimana kondisi cuaca saat pesawat akan take off dan landing. Meteorologi penerbangan identik dengan kondisi cuaca di sekitar Bandara.
2.      Meteorologi Maritim
Meteorologi maritim digunakan untuk mengetahui bagaimana kondisi cuaca permukaan laut disekitar kapal dan di lokasi pelabuhan.
3.      Meteorologi pertanian
Meteorologi pertania digunakan untuk mengetahui bagaimana kondisi tanah terkait kelembaban dan suhu di dalam tanah.
Meteorologi diamati menggunakan teknik pengamatan synoptik selama 24 jam diseluruh dunia secara serentak. Synoptik berasal dari kata “Synchronize” yang berarti serempak dan “optic” yang berarti berhubungan dengan mata (dalam hal ini pengamatan menggunanakan indera penglihatan). Setelah ditemukannya teknik ini, di waktu yang sama, cuaca diseluruh dunia dapat diketahui dan dipelajari perbedaan-perbedaan antara satu tempat dengan tempat yang lain serta faktor-faktor penyebabnya.
Berikut adalah parameter-parameter cuaca yang diamati saat pengamatan synoptik:
1.      Temperatur Udara
2.      Titik Embun Udara
3.      Kelembaban Udara
4.      Arah Dan Kecepatan Angin
5.      Lama Penyinaran Matahari
6.      Radiasi
7.      Awan
·         Jumlah Awan
·         Jenis Awan
·         Tinggi Dasar Awan
·         Tinggi Puncak Awan (Konvektif)
·         Elevasi Puncak Awan
·         Arah Gerak Awan
8.      Keadaan Cuaca
9.      Curah Hujan
10.  Penguapan

11.  Tekanan Udara

Selasa, 05 April 2016

Informasi Cuaca Laut Untuk Penguatan Poros Maritim

Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya yang berjudul The Influence of Sea Power Upon History, mengemukakan teori bahwa kekuatan maritim merupakan unsur terpenting bagi kemajuan suatu negara. Apabila unsur ini dikelola dan digarap dengan baik maka akan meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Sebaliknya bila suatu negara mengabaikan kekuatan maritimnya, maka akan berakibat kerugian suatu negara tersebut.
Ya, dalam era pemerintahan Bapak Joko Widodo ini, mungkin banyak orang mulai mengenal dan melirik sektor maritim di Indonesia. Penguatan poros maritim nasional menjadi program utama dalam era pemerintahan 2014-2019 ini.
Menurut  Badan Informasi Geospasial (BIG), Indonesia memiliki luas lautan mencapai 3.257.483 m2 dan daratan mencapai 1.922.570 m2. Hal ini menjadikan Negara Indonesia memiliki luas latan mecapai 63% dari keseluruhan total luas wilayah yang dimiliki Negara Indonesia. Dengan total garis pantai yang dimiliki pulau-pulau Indonesia mencapai 81000 Km, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan panjang garis pantai terpanjang kedua didunia setelah Kanada.   
Dalam sidang paripurna DPR RI 29 september 2014 lalu, dibentuklah Kementerian Maritim yang berguna untuk memaksimalkan sektor kemaritiman Indonesia. Hal ini juga menjadi penegasan akan keseriusan pemerintahan era Bapak Joko Widodo ini dalam menggarap sektor maritim Indonesia.
Memang penguatan poros maritim tidak bisa dilakukan satu dua lembaga saja. Banyak instansi yang juga diperkuat fungsinya untuk memperkuat poros maritim indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) adalah salah satu instansi yang menjadi pondasi penguatan poros maritim tersebut.
BMKG sebagai badan penyedia informasi cuaca sepenuhnya sadar akan urgensi informasi cuaca laut untuk menunjang Indonesia sebagai poros maritim dunia. Fakta bahwa laut memiliki peran utama penentu cuaca dan iklim menjadikan BMKG senantiasa meningkatkan pelayanan informasi maritim
Dalam menjalankan tugasnya, BMKG membagi wilayah perairan indonesia kedalam 13 region yang diwakili oleh satu Stasiun Meteorologi Maritim. Masing-masing stasiun bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan informasi prakiraan cuaca lautnya pada masing-masing wilayah yang telah ditentukan. Data cuaca diambil tiap jam oleh masing-masing stasiun sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan prakiraan.
Informasi cuaca ini tidak hanya diambil oleh stasiun-stasiun tersebut. BMKG juga memanfaatkan data cuaca yang diambil oleh kapal-kapal yang telah berlayar. Program ini dinamakan Voluntary Observing Ship (VOS) atau pengamatan kapal sukarela. Menurut World Meteorological Organization (WMO), atau badan meteorologi dunia, Lebih dari 4000 kapal pengamat tiap hari di seluruh dunia berlayar dan sekitar 1000 kapal tersebut melaporkan data cuacanya setiap harinya.
Data cuaca juga diambil dari buoy atau pelampung-pelampung yang telah dilengkapi dengan Automatic Weather Station (AWS). AWS ini berfungsi untuk mengamati profil cuaca tiap jamnya di seluruh lautan di dunia. Program VOS dan buoy ini telah menjadi salah satu bagian penting yang dilakukan oleh WMO Marine Programme.
Peningkatan pelayanan BMKG juga dilakukan melalui kerjasama-kerjasama yang dilakukan dengan berbagai instansi baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, BMKG melakukan kerjasama dengan BPPT dan LIPI. Sedangkan untuk instansi luar negeri, BMKG bekerjasama dengan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), yaitu Badan Meteorologi Amerika Serikat
Informasi cuaca laut menjadi begitu penting dalam persiapan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dalam dunia transportasi laut, informasi cuaca, arah dan kecepatan angin, dan tinggi gelombang dimanfaatkan untuk menciptakan dunia transportasi laut yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Informasi cuaca digunakan untuk pemilihan jalur pelayaran yang tepat untuk menghindari adanya cuaca buruk di tengah lautan.

Kecelakaan KM Marina Baru di Teluk Bone pada 23 Desember 2015 tentu masih diingat dalam dunia pelayaran di Indonesia. Kecelekaan ini disinyalir merupakan kecelakaan kapal terbesar kedua di Tahun 2015. Dari 118 penumpang, sebanyak 66 korban ditemukan meninggal dan 40 korban selamat, sedangkan 12 lainnya belum ditemukan. Menurut data yang dirilis oleh BMKG, tinggi gelombang rata-rata di Teluk Bone saat itu antara 0,5-1,5 meter, dengan kondisi hampir seluruh langit tertutup awan. Dengan kondisi seperti ini, gelombang maksimum dapat mencapai 3 meter. Kondisi ini tentu membahayakan bagi sebuah kapal.
Informasi cuaca menjadi sangat bermanfaat untuk keamanan dan keamanan transportasi laut sehingga kita bisa mengurangi adanya kecelakaan kapal di laut akibat cuaca buruk. Berapa banyak nyawa yang bisa diselamatkan dikarenakan informasi cuaca yang di manfaatkan dengan baik. Apabila tidak ada informasi cuaca dan tinggi gelombang, mungkin akan lebih banyak kapal karam akibat kondisi laut yang kurang diperhitungkan. Program tol laut yang digagas pemerintah akan buyar karena kurangnya perhitungan terkait cuaca.
Dalam dunia perikanan, para nelayan dapat memanfaatkan informasi arus laut yang dirilis oleh BMKG. Arus laut dapat dimanfaatkan untuk mengetahui informasi tempat pertemuan arus panas dan dingin yang menjadi tempat berkumpulnya ikan. Hal ini tentu akan menunjang produksi ikan Indonesia yang akan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Pelayanan informasi cuaca akan diberikan kepada beberapa instansi seperti Dinas Navigasi, Pelni, dan instansi-instansi lain yang telah berkoordinasi dengan Stasiun Meteorologi Maritim terkait sebelumnya. Bagi anda yang berprofesi sebagai seorang nelayan, anda dapat mengakses prakiraan cuaca dan gelombang melalui website resmi maritim BMKG.