Selasa, 05 April 2016

Informasi Cuaca Laut Untuk Penguatan Poros Maritim

Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya yang berjudul The Influence of Sea Power Upon History, mengemukakan teori bahwa kekuatan maritim merupakan unsur terpenting bagi kemajuan suatu negara. Apabila unsur ini dikelola dan digarap dengan baik maka akan meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Sebaliknya bila suatu negara mengabaikan kekuatan maritimnya, maka akan berakibat kerugian suatu negara tersebut.
Ya, dalam era pemerintahan Bapak Joko Widodo ini, mungkin banyak orang mulai mengenal dan melirik sektor maritim di Indonesia. Penguatan poros maritim nasional menjadi program utama dalam era pemerintahan 2014-2019 ini.
Menurut  Badan Informasi Geospasial (BIG), Indonesia memiliki luas lautan mencapai 3.257.483 m2 dan daratan mencapai 1.922.570 m2. Hal ini menjadikan Negara Indonesia memiliki luas latan mecapai 63% dari keseluruhan total luas wilayah yang dimiliki Negara Indonesia. Dengan total garis pantai yang dimiliki pulau-pulau Indonesia mencapai 81000 Km, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan panjang garis pantai terpanjang kedua didunia setelah Kanada.   
Dalam sidang paripurna DPR RI 29 september 2014 lalu, dibentuklah Kementerian Maritim yang berguna untuk memaksimalkan sektor kemaritiman Indonesia. Hal ini juga menjadi penegasan akan keseriusan pemerintahan era Bapak Joko Widodo ini dalam menggarap sektor maritim Indonesia.
Memang penguatan poros maritim tidak bisa dilakukan satu dua lembaga saja. Banyak instansi yang juga diperkuat fungsinya untuk memperkuat poros maritim indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) adalah salah satu instansi yang menjadi pondasi penguatan poros maritim tersebut.
BMKG sebagai badan penyedia informasi cuaca sepenuhnya sadar akan urgensi informasi cuaca laut untuk menunjang Indonesia sebagai poros maritim dunia. Fakta bahwa laut memiliki peran utama penentu cuaca dan iklim menjadikan BMKG senantiasa meningkatkan pelayanan informasi maritim
Dalam menjalankan tugasnya, BMKG membagi wilayah perairan indonesia kedalam 13 region yang diwakili oleh satu Stasiun Meteorologi Maritim. Masing-masing stasiun bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan informasi prakiraan cuaca lautnya pada masing-masing wilayah yang telah ditentukan. Data cuaca diambil tiap jam oleh masing-masing stasiun sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan prakiraan.
Informasi cuaca ini tidak hanya diambil oleh stasiun-stasiun tersebut. BMKG juga memanfaatkan data cuaca yang diambil oleh kapal-kapal yang telah berlayar. Program ini dinamakan Voluntary Observing Ship (VOS) atau pengamatan kapal sukarela. Menurut World Meteorological Organization (WMO), atau badan meteorologi dunia, Lebih dari 4000 kapal pengamat tiap hari di seluruh dunia berlayar dan sekitar 1000 kapal tersebut melaporkan data cuacanya setiap harinya.
Data cuaca juga diambil dari buoy atau pelampung-pelampung yang telah dilengkapi dengan Automatic Weather Station (AWS). AWS ini berfungsi untuk mengamati profil cuaca tiap jamnya di seluruh lautan di dunia. Program VOS dan buoy ini telah menjadi salah satu bagian penting yang dilakukan oleh WMO Marine Programme.
Peningkatan pelayanan BMKG juga dilakukan melalui kerjasama-kerjasama yang dilakukan dengan berbagai instansi baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, BMKG melakukan kerjasama dengan BPPT dan LIPI. Sedangkan untuk instansi luar negeri, BMKG bekerjasama dengan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), yaitu Badan Meteorologi Amerika Serikat
Informasi cuaca laut menjadi begitu penting dalam persiapan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dalam dunia transportasi laut, informasi cuaca, arah dan kecepatan angin, dan tinggi gelombang dimanfaatkan untuk menciptakan dunia transportasi laut yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Informasi cuaca digunakan untuk pemilihan jalur pelayaran yang tepat untuk menghindari adanya cuaca buruk di tengah lautan.

Kecelakaan KM Marina Baru di Teluk Bone pada 23 Desember 2015 tentu masih diingat dalam dunia pelayaran di Indonesia. Kecelekaan ini disinyalir merupakan kecelakaan kapal terbesar kedua di Tahun 2015. Dari 118 penumpang, sebanyak 66 korban ditemukan meninggal dan 40 korban selamat, sedangkan 12 lainnya belum ditemukan. Menurut data yang dirilis oleh BMKG, tinggi gelombang rata-rata di Teluk Bone saat itu antara 0,5-1,5 meter, dengan kondisi hampir seluruh langit tertutup awan. Dengan kondisi seperti ini, gelombang maksimum dapat mencapai 3 meter. Kondisi ini tentu membahayakan bagi sebuah kapal.
Informasi cuaca menjadi sangat bermanfaat untuk keamanan dan keamanan transportasi laut sehingga kita bisa mengurangi adanya kecelakaan kapal di laut akibat cuaca buruk. Berapa banyak nyawa yang bisa diselamatkan dikarenakan informasi cuaca yang di manfaatkan dengan baik. Apabila tidak ada informasi cuaca dan tinggi gelombang, mungkin akan lebih banyak kapal karam akibat kondisi laut yang kurang diperhitungkan. Program tol laut yang digagas pemerintah akan buyar karena kurangnya perhitungan terkait cuaca.
Dalam dunia perikanan, para nelayan dapat memanfaatkan informasi arus laut yang dirilis oleh BMKG. Arus laut dapat dimanfaatkan untuk mengetahui informasi tempat pertemuan arus panas dan dingin yang menjadi tempat berkumpulnya ikan. Hal ini tentu akan menunjang produksi ikan Indonesia yang akan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Pelayanan informasi cuaca akan diberikan kepada beberapa instansi seperti Dinas Navigasi, Pelni, dan instansi-instansi lain yang telah berkoordinasi dengan Stasiun Meteorologi Maritim terkait sebelumnya. Bagi anda yang berprofesi sebagai seorang nelayan, anda dapat mengakses prakiraan cuaca dan gelombang melalui website resmi maritim BMKG.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar