Alfred Thayer
Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya yang
berjudul The Influence of Sea Power Upon
History, mengemukakan teori bahwa kekuatan maritim merupakan unsur terpenting
bagi kemajuan suatu negara. Apabila unsur ini dikelola dan digarap dengan baik
maka akan meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Sebaliknya bila suatu negara
mengabaikan kekuatan maritimnya, maka akan berakibat kerugian suatu negara
tersebut.
Ya, dalam era
pemerintahan Bapak Joko Widodo ini, mungkin banyak orang mulai mengenal dan
melirik sektor maritim di Indonesia. Penguatan poros maritim nasional menjadi
program utama dalam era pemerintahan 2014-2019 ini.
Menurut Badan Informasi Geospasial (BIG), Indonesia
memiliki luas lautan mencapai 3.257.483 m2 dan daratan mencapai 1.922.570
m2. Hal ini menjadikan Negara Indonesia memiliki luas latan mecapai
63% dari keseluruhan total luas wilayah yang dimiliki Negara Indonesia. Dengan
total garis pantai yang dimiliki pulau-pulau Indonesia mencapai 81000 Km, menjadikan
Indonesia sebagai negara dengan panjang garis pantai terpanjang kedua didunia
setelah Kanada.
Dalam sidang
paripurna DPR RI 29 september 2014 lalu, dibentuklah Kementerian Maritim yang
berguna untuk memaksimalkan sektor kemaritiman Indonesia. Hal ini juga menjadi
penegasan akan keseriusan pemerintahan era Bapak Joko Widodo ini dalam
menggarap sektor maritim Indonesia.
Memang
penguatan poros maritim tidak bisa dilakukan satu dua lembaga saja. Banyak instansi
yang juga diperkuat fungsinya untuk memperkuat poros maritim indonesia. Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) adalah salah satu instansi yang menjadi
pondasi penguatan poros maritim tersebut.
BMKG sebagai
badan penyedia informasi cuaca sepenuhnya sadar akan urgensi informasi cuaca
laut untuk menunjang Indonesia sebagai poros maritim dunia. Fakta bahwa laut
memiliki peran utama penentu cuaca dan iklim menjadikan BMKG senantiasa meningkatkan
pelayanan informasi maritim
Dalam
menjalankan tugasnya, BMKG membagi wilayah perairan indonesia kedalam 13 region
yang diwakili oleh satu Stasiun Meteorologi Maritim. Masing-masing stasiun
bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan informasi prakiraan cuaca lautnya
pada masing-masing wilayah yang telah ditentukan. Data cuaca diambil tiap jam oleh
masing-masing stasiun sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan prakiraan.
Informasi
cuaca ini tidak hanya diambil oleh stasiun-stasiun tersebut. BMKG juga
memanfaatkan data cuaca yang diambil oleh kapal-kapal yang telah berlayar.
Program ini dinamakan Voluntary Observing
Ship (VOS) atau pengamatan kapal sukarela. Menurut World Meteorological Organization (WMO), atau badan meteorologi
dunia, Lebih dari 4000 kapal pengamat tiap hari di seluruh dunia berlayar dan
sekitar 1000 kapal tersebut melaporkan data cuacanya setiap harinya.
Data cuaca
juga diambil dari buoy atau
pelampung-pelampung yang telah dilengkapi dengan Automatic Weather Station (AWS). AWS ini berfungsi untuk mengamati
profil cuaca tiap jamnya di seluruh lautan di dunia. Program VOS dan buoy ini telah menjadi salah satu bagian
penting yang dilakukan oleh WMO Marine Programme.
Peningkatan
pelayanan BMKG juga dilakukan melalui kerjasama-kerjasama yang dilakukan dengan
berbagai instansi baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, BMKG
melakukan kerjasama dengan BPPT dan LIPI. Sedangkan untuk instansi luar negeri,
BMKG bekerjasama dengan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA),
yaitu Badan Meteorologi Amerika Serikat
Informasi
cuaca laut menjadi begitu penting dalam persiapan Indonesia sebagai poros
maritim dunia. Dalam dunia transportasi laut, informasi cuaca, arah dan
kecepatan angin, dan tinggi gelombang dimanfaatkan untuk menciptakan dunia
transportasi laut yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Informasi cuaca digunakan
untuk pemilihan jalur pelayaran yang tepat untuk menghindari adanya cuaca buruk
di tengah lautan.
Kecelakaan KM
Marina Baru di Teluk Bone pada 23 Desember 2015 tentu masih diingat dalam dunia
pelayaran di Indonesia. Kecelekaan ini disinyalir merupakan kecelakaan kapal
terbesar kedua di Tahun 2015. Dari 118 penumpang, sebanyak 66 korban ditemukan meninggal
dan 40 korban selamat, sedangkan 12 lainnya belum ditemukan. Menurut data yang
dirilis oleh BMKG, tinggi gelombang rata-rata di Teluk Bone saat itu antara
0,5-1,5 meter, dengan kondisi hampir seluruh langit tertutup awan. Dengan kondisi
seperti ini, gelombang maksimum dapat mencapai 3 meter. Kondisi ini tentu
membahayakan bagi sebuah kapal.
Informasi cuaca
menjadi sangat bermanfaat untuk keamanan dan keamanan transportasi laut
sehingga kita bisa mengurangi adanya kecelakaan kapal di laut akibat cuaca
buruk. Berapa banyak nyawa yang bisa diselamatkan dikarenakan informasi cuaca
yang di manfaatkan dengan baik. Apabila tidak ada informasi cuaca dan tinggi
gelombang, mungkin akan lebih banyak kapal karam akibat kondisi laut yang
kurang diperhitungkan. Program tol laut yang digagas pemerintah akan buyar
karena kurangnya perhitungan terkait cuaca.
Dalam dunia perikanan,
para nelayan dapat memanfaatkan informasi arus laut yang dirilis oleh BMKG.
Arus laut dapat dimanfaatkan untuk mengetahui informasi tempat pertemuan arus
panas dan dingin yang menjadi tempat berkumpulnya ikan. Hal ini tentu akan
menunjang produksi ikan Indonesia yang akan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Pelayanan
informasi cuaca akan diberikan kepada beberapa instansi seperti Dinas Navigasi,
Pelni, dan instansi-instansi lain yang telah berkoordinasi dengan Stasiun
Meteorologi Maritim terkait sebelumnya. Bagi anda yang berprofesi sebagai
seorang nelayan, anda dapat mengakses prakiraan cuaca dan gelombang melalui
website resmi maritim BMKG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar